Jumat, 07 November 2008

Pacaran Bukan Budaya Umat Islam yang Beriman

Credit By : Firdaus, AS

PACARAN, setiap kali kita mendengarnya akan terlintas di benak kita sepasang insan yang sedang mabuk cinta dan dilanda asmara. Saling mengungkapkan rasa sayang serta rindu, yang kemudian memasuki sebuah kehidupan seperti layaknya sudah menikah. Lalu kenapa harus dipermasalahkan? Bukankah cinta itu fitrah setiap anak Adam? Bukankah setiap orang memerlukan masa penyesuaian sebelum pernikahan?

Cinta, fitrah setiap manusia, manusia diciptakan oleh ALLAH SWT dengan membawa fitrah untuk mencintai lawan jenisnya. Sebagaimana Firman-Nya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi ALLAH lah tempat kembali yang baik (syurga) (Ali Imran: 14).
Berkata Imam Qurthubi: ALLAH SWT memulai dengan wanita karena kebanyakan manusia menginginkannya, juga karena mereka merupakan jerat-jerat syaitan yang menjadi fitnah bagi kaum lelaki, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Tiadalah aku tinggalkan setelahku selain fitnah yang lebih berbahaya bagi lelaki daripada wanita. (Hadist Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Karena cinta merupakan fitrah manusia, maka ALLAH SWT menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan nikmat yang dijanjikan bagi orang-orang beriman di syurga dengan bidadarinya.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang solehah (Hadist Riwayat Muslim, NasaI, Ibnu Majah, Ahmad, Baihaqi)
ALLAH berfirman: Di dalam syurga-syurga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik (ar-Rahman: 70)Namun, Islam tidak membiarkan fitnah itu mengembara tanpa batasannya. Islam telah mengatur dengan tegas bagaimana menyalurkan cinta, juga bagaimana batasan pergaulan antara dua insan berlawanan jenis sebelum menikah, agar semuanya tetap berada pada landasan etika dan norma yang sesuai dengan syariat.

ETIKA PERGAULAN DAN BATAS PERGAULAN DI ANTARA LELAKI DAN WANITA MENURUT ISLAM

1. Menundukkan pandangan
ALLAH memerintahkan kaum lelaki untuk menundukkan pandangannya, sebagaimana Firman-Nya: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya (an-Nuur: 30).
Sebagaimana hal ini juga diperintahkan kepada kaum wanita beriman, ALLAH berfirman: Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya (an-Nuur: 31).

2. Menutup aurat
ALLAH berfirman: Dan jangan lah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka memanjangkan kerudung ke dadanya (an-Nuur: 31).
Juga Firman-Nya; Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka memanjangkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (an-Nuur: 59).
Perintah menutup aurat juga berlaku bagi semua jenis. Dari Abu Daud Said al-Khudri r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seseorang lelaki memandang aurat lelaki, begitu juga dengan wanita jangan melihat aurat wanita.

3. Adanya pembatas antara lelaki dengan wanita
Kalau ada sebuah keperluan terhadap kaum yang berlainan jenis, harus disampaikan dari balik tabir pembatas. Sebagaimana FirmanNya: Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para wanita) maka mintalah dari balik hijab. (al-Ahzaab: 53).

4.Tidak berdua-duaan di antara lelaki dan perempuan
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang lelaki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita kecuali bersama mahramnya (Hadis Riwayat Bukhari & Muslim).
Dari Jabir bin Samurah berkata, Rasulullah SAW bersabda: Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duan dengan seorang wanita, karena syaitan akan menjadi ketiganya (Hadist Riwayat Ahmad & Tirmidzi dengan sanad yang sahih).

5.Tidak melunakkan ucapan (percakapan)
Seorang wanita dilarang melunakkan ucapannya ketika berbicara selain kepada suaminya.
Firman ALLAH SWT: Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara (berkata-kata yang menggoda) sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit di dalam hatinya tetapi ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik. (al-Ahzaab: 32)
Berkata Imam Ibnu Kathir: Ini adalah beberapa etika yang diperintahkan oleh ALLAH kepada para isteri Rasulullah SAW serta kepada para wanita mukminah lainnya, yaitu hendaklah dia kalau berbicara dengan orang lain tanpa suara merdu, dalam pengertian janganlah seorang wanita berbicara dengan orang lain sebagaimana dia berbicara dengan suaminya (Tafsir Ibnu Kathir 3/350).

6.Tidak menyentuh kaum berlawanan jenis
Dari Maqil bin Yasar r.a. berkata: Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi itu masih lebih baik daripada menyentuh kaum wanita yang tidak halal baginya (Hadist Hasan Riwayat Thabrani dalam Mujam Kabir).
Berkata Syaikh al-Albani Rahimahullah: Dalam hadis ini terdapat ancaman keras terhadap orang-orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya (Ash-Shohihah 1/448).
Rasulullah SAW tidak pernah menyentuh wanita meskipun dalam saat-saat penting seperti membaiat dan lain-lainnya. Dari Aishah berkata: Demi ALLAH, tangan Rasulullah SAW tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (Hadist Riwayat Bukhari).
Inilah sebagian etika pergaulan antara lelaki dan wanita selain mahram, yang mana apabila seseorang melanggar semuanya atau sebagiannya saja akan menjadi dosa zina baginya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya ALLAH menetapkan untuk anak Adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata dengan memandang, zina lisan dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan serta berangan-angan, lalu farji/kemaluan yang akan membenarkan atau mendustakan semuanya (Hadist Riwayat Bukhari, Muslim & Abu Daud).
Padahal ALLAH SWT telah melarang perbuatan zina dan segala sesuatu yang boleh mendekati kepada perbuatan zina. Sebagaimana FirmanNya: Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk (al-Isra: 32).

Hukum Pacaran setelah memperhatikan ayat Qur'an dan hadist tadi, maka tidak diragukan lagi bahwa pacaran itu haram, karena beberapa sebab berikut:
1. Orang yang pacaran tidak mungkin menundukkan pandangannya terhadap kekasihnya.
2. Orang yang pacaran tidak akan boleh menjaga hijab.
3. Orang yang bercouple biasanya sering berdua-duaan dengan pasangan kekasihnya, baik di dalam rumah atau di luar rumah.
4. Wanita akan bersikap manja dan mendayukan suaranya saat bersama kekasihnya.
5. Pacaran identik dengan saling menyentuh antara lelaki dan wanita, meskipun itu hanya berjabat tangan.
6. Orang yang pacaran, boleh dipastikan selalu membayangkan orang yang dicintainya.Dalam kamus berpacaran, hal-hal tersebut adalah lumrah dilakukan, padahal satu hal saja cukup untuk mengharamkannya, apalagi kesemuanya atau yang lain-lainnya lagi?
Fatwa UlamaSyaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ditanya tentang hubungan cinta sebelum nikah. Jawab beliau; Jika hubungan itu sebelum nikah, baik sudah lamaran atau belum, maka hukumnya adalah haram, karena tidak boleh seseorang untuk bersenang-senang dengan wanita asing (bukan mahramnya) baik melalui ucapan, memandang, atau berdua-duaan.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang lelaki bedua-duaan dengan seorang wanita kecuali ada bersama-sama mahramnya, dan janganlah seseorang wanita berpergian kecuali bersama mahramnya.
Syaikh Abdullah bin abdur Rahman al-Jibrin ditanya: Jika ada seseorang lelaki yang berkoresponden dengan seorang wanita yang bukan mahramnya, yang pada akhirnya mereka saling mencintai, apakah perbuatan itu haram? Jawab beliau: Perbuatan itu tidak diperbolehkan, kerana boleh menimbulkan syahwat di antara keduanya, serta mendorongnya untuk bertemu dan berhubungan, yang mana koresponden semacam itu banyak menimbulkan fitnah dan menanamkan dalam hati seseorang untuk mencintai penzinaan yang akan menjerumuskan seseorang pada perbuatan yang keji, maka dinasihati kepada setiap orang yang menginginkan kebaikan bagi dirinya untuk menghindari surat-menyurat, pembicaraan melalui telefon serta perbuatan semacamnya demi menjaga agama dan kehormatan diri kita.
Syaikh Jibrin juga ditanya: Apa hukumnya kalau ada seorang pemuda yang belum menikah menelefon gadis yang juga belum menikah? Jawab beliau: Tidak boleh berbicara dengan wanita asing (bukan mahram) dengan pembicaraan yang boleh menimbulkan syahwat, seperti rayuan, atau mendayukan suara (baik melalui telefon atau lainnya). Sebagaimana Firman ALLAH SWT; Dan janganlah kalian melembutkan suara, sehingga berkeinginan orang-orang yang berpenyakit di dalam hatinya (al-Ahzaab: 32).
Adapun kalau pembicaraan itu untuk sebuah keperluan, maka hal itu tidak mengapa apabila selamat daripada fitnah, akan tetapi hanya sekadar keperluan.
Subhat dan jawaban yang sebenarnya keharaman berpacaran lebih jelas dari matahari di siang hari. Namun begitu masih ada yang berusaha menolaknya walaupun dengan dalil yang sangat rapuh, antaranya:Tidak boleh dikatakan semua cara berpacaran itu haram, karena mungkin ada orang yang berpacaran mengikut landasan Islam, tanpa melanggar syariat.
Jawabnya: Istilah berpacaran berlandaskan Islam itu Cuma ada dalam khayalan, dan tidak pernah ada wujudnya. Anggap sajalah mereka boleh menghindari khalwat, menyentuh serta menutup aurat. Tetapi tetap tidak akan boleh menghindari dari saling memandang, atau saling membayangkan kekasihnya dari masa ke semasa. Yang mana hal itu jelas haram berdasarkan dalil yang kukuh.
Biasanya sebelum memasuki pernikahan, perlu untuk mengenal terlebih dahulu calon pasangan hidupnya, fisik, karakter/sifat, yang mana hal itu tidak akan boleh dilakukan tanpa berpacaran, karena bagaimanapun juga kegagalan sebelum menikah akan jauh lebih ringan daripada kalau terjadi setelah menikah.
Jawabnya: Memang, mengenal fisik dan karakter calon isteri maupun suami merupakan satu hal yang diperlukan sebelum memasuki pernikahan, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Namun, tujuan ini tidak boleh digunakan untuk menghalalkan sesuatu yang telah diketahui haramnya. Ditambah lagi, bahwa orang yang sedang jatuh cinta akan berusaha memperlihatkan segala yang baik dengan menutupi kekurangannya di hadapan kekasihnya. Juga orang yang sedang jatuh cinta akan menjadi buta dan tuli terhadap perbuatan kekasihnya, sehingga akan melihat semua yang dilakukannya adalah kebaikan tanpa cacat. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Darda: Cintamu pada sesuatu membuatmu buta dan tuli.
Fenomena pacaran dalam situasi terkini, fenomena pergaulan bebas dan pengabaian terhadap nilai-nilai murni Islam berlaku pada tahap yang amat membimbangkan. Kebanyakan umat Islam kini tidak lagi menitik beratkan nilai-nilai dan adab-adab sopan yang dianjurkan oleh Islam melalui Al-Quran dan Sunnah RasulNya. Mereka telah mengabaikannya dan menganggap perkara itu tidak penting, bahkan mereka menganggapkannya sebagai satu perkara yang menyusahkan aktivitas mereka yang menurutkan nafsu dan perasaan semata-mata itu. Nauzubillah Marilah kita sama-sama menjauhi perkara yang seperti itu dan mejauhi hal-hal yang telah dilarang (haram). Tegakkanlah yang benar dan katakanlah salah kepada yang batil. Janganlah membenarkan perkara yang telah terang haramnya di sisi ALLAH.





Tidak ada komentar: